PEMBAHASAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap
bumi dan bangunan.[1]
PBB juga merupakan pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya
keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau
badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh daripadanya.[2]
A.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan UU No. 12 Tahun 1994
tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1985
Seorang Wajib
Pajak bernama Ahmad mempunyai 2 bidang tanah:
Tanah A: Luas Bumi/ Tanah : 350 m2 dengan NJOP Rp 500.000/ m2
Luas
Bangunan : 275 m2 dengan NJOP Rp
750.000/ m2
Tanah B: Luas Bumi/ Tanah : 250 m2 dengan NJOP Rp 600.000/ m2
Luas
Bangunan : 200 m2 dengan NJOP Rp
800.000/ m2
Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Berdasarkan UU
No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 1985
1. Dalam hal seorang Wajib Pajak Mempunyai sebidang
tanah dan bangunan seperti Ahmad maka Ahmad di sebut sebagai Subjek Pajak Bumi
dan Bangunan dan yang menjadi Objek Pajaknya adalah Bumi dan atau Bangunan.
a.
Subjek Pajak (Pasal 4) adalah orang atau badan yang
secara nyata empunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.[3]
b.
Bumi (Pasal 1 ayat (1)) adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada dibawahnya.[4]
c.
Bangunan (Pasal 1 ayat (2)) adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secaratetap pada tanah dan/atau perairan[5]
2. Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi
dan Bangunan adalah Objek Pajak yang:
a.
digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b.
digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenisdengan itu;
c.
merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
tamannasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanahnegara
yang belum dibebani suatu hak;
d.
digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asasperlakuan timbal balik;
e.
digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.[6]
3. Diketahui NJOPTKP Rp 60.000.000,-, maka
tentukan
a.
NJOPKP dari masing-masing objek (Tanah A dan Tanah B) (Pasal 3)
·
Tanah A
-
NJOP Bumi 350
x 500.000 = Rp 175.000.000
-
NJOP Bangunan 275 x 750.000 = Rp 206.250.000
Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak
-
NJOP Bumi Rp 175.000.000
-
NJOP Bangunan Rp
206.250.000
-
NJOP sebagai dasar Pengenaan Pajak Rp 381.250.000
-
NJOP untuk Penghitungan Pajak Rp
321.250.000
·
Tanah B
-
NJOP Bumi 250
x 600.000 = Rp 150.000.000
-
NJOP Bangunan 200
x 800.000 = Rp 160.000.000
Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak
-
NJOP Bumi Rp
150.000.000
-
NJOP Bangunan Rp
160.000.000
-
NJOP sebagai dasar Pengenaan Pajak Rp 310.000.000
-
NJOPTKP Rp 60.000.000
-
NJOP untuk Penghitungan Pajak Rp
250.000.000
b.
Besarnya PBB masing-masing objek tanah (A dan B) jika diketahui
NJOPTKP untuk PBB sebesar Rp 12.000.000. (Pasal 5 dan 6). Khusus Pasal 6
Prosentase ditentukan yang terendah yaitu 20%.
Tanah A
-
NJOP Bumi 350 x 500.000 = Rp 175.000.000
-
NJOP Bangunan 275 x 750.000 = Rp 206.250.000
Jumlah NJOP
sebagai dasar pengenaan pajak Rp
381.250.000
-
NJOPTKP Rp 12.000.000
-
NJOP untuk penghitungan PBB Rp
369.250.000
-
NJKP 20% x 369.250.000 = Rp 73.850.000
-
PBB 0,5% x 73.850.000 = Rp
369.250
Tanah
B
-
NJOP Bumi 250 x 600.000
= Rp 150.000.000
-
NJOP Bangunan 200
x 800.000 = Rp 160.000.000
Jumlah NJOP
sebagai dasar pengenaan pajak Rp
310.000.000
-
NJOPTKP Rp 12.000.000
-
NJOP untuk penghitungan PBB Rp
298.000.000
-
NJKP : 20% x 298.000.000 = Rp 59.600.000
-
PBB : 0,5% x 59.600.000 = Rp 298.000
Diketahui
seorang Wajib Pajak mempunyai 2 bidang tanah:
Tanah
C:
Luas Bumi/
Tanah : 350 m2 dengan NJOP Rp 500.000/ m2
Luas Bangunan : 325 m2 dengan NJOP Rp 750.000/ m2
Tanah
D:
Luas Bumi/
Tanah : 450 m2 dengan NJOP Rp 600.000/ m2
Luas Bangunan : 400 m2 dengan NJOP Rp 800.000/ m2
Pertanyaan:
Tentukan
besarnya PBB dari masing-masing objek Tanah C dan Tanah D tersebut! (Pasal 8
Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2011)
Jawab:
Tanah C
-
NJOP Bumi 350 x 500.000 = Rp
175.000.000
-
NJOP Bangunan 325 x 750.000 = Rp 243.750.000
-
Total NJOP = Rp 418.750.000
-
NJOPTKP = Rp
12.000.000
-
NJOPKP = Rp 406.750.000
Pajak yang
ditetapkan dalam perda adalah 0.1 %.
PBB-P2 tertuang
0.1 % x Rp 406.750.000 = Rp 406.750
Tanah D
-
NJOP Bumi 450 x 600.000 = Rp
270.000.000
-
NJOP Bangunan 400 x 800.000 = Rp 320.000.000
-
Total NJOP = Rp 590.000.000
-
NJOPTKP = Rp
12.000.000
-
NJOPKP = Rp 578.000.000
Pajak yang ditetapkan
dalam perda adalah 0.125 %.
PBB-P2 terutang
0.125 % x Rp 578.000.000 = Rp 722.500
C.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)[8]
Berdasarkan
pada kepemilikan tanah dan bangunan milik ahmad di atas. Seorang pengusaha
ternama Rozan ingin membeli salah satu bidang tanah dan bangunan milik ahmad.
Rozan menginginkan untuk bisa membeli tanah A milik Ahmad.
Pertanyaan:
1
Keinginan Rozan untuk bisa membeli sebidang tanah milik ahmad tidak
lain adalah merupakan peralihan atau pemindahan hak. Pemindahan hak yang
dilakukan Rozan adalah karena jual beli. Selai jual beli, hal-hal yang juga
bisa menyebabkan pemindahan hak (pasal 2 ayat (2) huruf (a)) adalah:
a)
tukar-menukar
b)
hibah
c)
hibah wasiat
d)
waris
e)
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
f)
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
g)
penunjukan pembeli dalam lelang
h)
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
i)
penggabungan usaha
j)
peleburan usaha
k)
pemekaran usaha
l)
hadiah.
2
Seperti halnya penjual, pembeli yanahpun juga dikenakan biaya atas
beralihnya kepemilikan hak atas tanah dan bangunan tersebut. Hal ini sering
disebut dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Yang dimaksud
dengan BPHTB (pasal 1 ayat (1)) adalah: pajak yang dikenakan atas perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.
3
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (pasal 3 ayat (1)) adalah:
objek pajak yang diperoleh :
a)
perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
b)
Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
c)
badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
d)
orang pribadi atau badan
karena konversi hak atau karena perbuatanhukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama
e)
orang pribadi atau badan karena wakaf
f)
orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
4
Dasar pengenaan pajak untuk masing-masing pemindahan hak (pasal 6
ayat (2)) adalah :
a)
jual beli adalah harga transaksi;
b)
tukar-menukar adalah nilai pasar;
c)
hibah adalah nilai pasar;
d)
hibah wasiat adalah nilai pasar;
e)
waris adalah nilai pasar;
f)
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai
pasar;
g)
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h)
peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
i)
pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pasar;
j)
pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai
pasar;
k)
penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l)
peleburan usaha adalah nilai pasar;
m)
pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n)
hadiah adalah nilai pasar;
o)
penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam Risalah Lelang.
5
Jika Rozan sepakat dengan Ahmad untuk peralihan jual beli terhadap
Tanah A milik Ahmad, dengan diketahui besarnya NJOPTKP maupun NPOPTKP (Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) masing-masing sebesar Rp 60.000.000,
maka (Pasal 5):
a.
Besarnya Pajak Penjualan (PPh) Ahmad yaitu,
5% x 381.250.000
= 19.062.500
b.
Besarnya Pajak Pembelian (BPHTB) Rozan yaitu,
5% x (381.250.000
- 60.000.000) = 16.062.500
PENUTUP
Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dipungut atas tanah
dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang
lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh daripadanya.
Menurut UU No. 20 Tahun 2000, BPHTB (pasal 1 ayat (1)) adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang
selanjutnya disebut pajak.
Selanjutnya dalam menentukan Nila Jual Objek Pajak (NJOP) dan
besarnya Pajak Bumi dan Bangunan, dapat dilihat dalam pasal 3, 5 dan 6 UU No.
12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1985. Serta dalam
menentukan besarnya PBB setiap daerah misalnya Yogyakarta, dapat dilihat dalam
Perda No. 2 Tahun 2011 tentang PBB-P2.
Kemudian, dalam menentukan besarnya PPh dan BPHTB, jika dilihat
dalam UU No. 20 Tahun 200 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang
Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dikenakan tarif 5%.
DAFTAR PUSTAKA
Prastowo
Yustinus. 2011. Panduan Lengkap Pajak.
Jakarta: Raih Asa Sukses
Adrian Sutedi.
2011. Hukum Pajak. Jakarta: Sinar Grafika.
Perda Kota
Yogyakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan
Undang – Undang
No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Undang – Undang
No. 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Np. 12 Tahun 1985
Undang – Undang
No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU No. 21 Tentang Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan
[1] Yustinus Prastowo. Panduan Lengkap Pajak. (Raih Asa Sukses:
Jakarta). 2011. hlm. 240.
[2] Adrian Sutedi, Hukum Pajak, (Sinar Grafika: Jakarta), 2011, hlm.
116-117.
[3] Undang – Undang No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Undang – Undang No. 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang –
Undang Np. 12 Tahun 1985
[7] Perda Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
[8] Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU No. 21
Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar