ASAS – ASAS UMUM PEMERINTAHAN LAYAK (AAUPL)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pergeseran konsepsi
nachwachtersstaat (negara peronda) ke konsepsi welfare state membawa
pergeseran pada peranan dan aktivitas pemerintah. Pada konsepsi nachwachtersstaat berlaku
prinsip staatsonthouding, yaitu pembatasan negara dan pemerintah
dari kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Pemerintah bersifat pasif, hanya
sebagai penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Sementara itu, pada
konsepsi welfare state, pemerintah diberi kewajiban untuk
mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan umum), yang untuk
campur tangan (staatsbemoeienis) dalam segala lapangan kehidupan
masyarakat, Artinya pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah
dinamika kehidupan masyarakat.
Pada dasarnya setiap bentuk campur
tangan pemerintah ini harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagai perwujudan dari asas legalitas, yang menjadi sendi utama negara
hukum. Akan tetapi, karena ada keterbatasan dari asas ini atau karena adanya
kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada peraturan perundang-undangan
sebagaimana telah dijelaskan di atas, kepada pemerintah diberi kebebasan Freies
Ermessen, yaitu kemerdekaan pemerintah untuk dapat bertindak atas inisiatif
sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Freies Ermessen (diskresionare)
merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau
badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya pada undang-undang.
Dalam praktik, Freies
Ermessen ini membuka peluang terjadinya benturan kepentingan antara
pemerintah dengan warga negara. Menurut Sjachran Basah, pemerintah dalam
menjalankan aktivitasnya terutama dalam mewujudkan tujuan-tujuan negara (atau
mengupayakan bestuurszorg) melalui pembangunan, tidak berarti
pemerintah dapat bertindak semena-mena, melainkan sikap tindak itu haruslah
dipertanggungjawabkan. Artinya meskipun intervensi pemerintah dalam kehidupan
warga negara merupakan kemestian dalam konsepsi welfare state,
tetapi pertanggungjawaban setiap tindakan pemerintah juga merupakan kemestian
dalam negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Konsepsi negara hukum mengindikasikan ekuilibirium antara hak dan kewajiban.
Salah
satu sarana untuk menjaga ekuilibirium adalah melalui peradilan administrasi,
sebagai peradilan khusus yang berwenang dan menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dengan warga negara. Salah satu tolak ukur untuk menilai apakah
tindakan pemerintah itu sejalan dengan negara hukum atau tidak adalah dengan
menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang layak.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
kami menulis makalah ini adalah untuk menginformasikan mengenai Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Layak, terutama mengenai kedudukannya, sejarah kelahirannya,
fungsi dan arti penting AAUPL, dan macam-macamnya.
C.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
istilah, pengertian, dan bagaimana kedudukan AAUPL?
2.
Bagaiman
sejarah kelahiran AAUPL?
3.
Apakah
fungsi dan arti penting AAUPL?
4.
Bagaimana
pembagian dan apa saja macam-macam AAUPL?
5.
Apa
saja asas-asas umum pemerintahan yang layak di Indonesia?
BAB II
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK ( AAUPL )
A.
Peristilahan, Pengertian, dan Kedudukan AAUPL
1.
Peristilahan
Dalam bahasa Belanda istilah “behoorlijk” berarti betamelijk dan passend yaitu pantas, patut, cocok, sesuai dan
layak. Di samping itu, juga berarti fatsoenlijk,
betamelijk wijze, yakni sopan dan terhormat, tata cara yang pantas
dan sopan. Dengan mengacu kepada asal kata behoorlijk ini, yang semuanya menunjukkan kata
sifat dan berarti ada yang disifati yaitu bestuur,
maka penerjemahan algemene
beginselen van behoorlijk bestuur menjadi
asas-asas umum pemerintahan yang layak kiranya lebih sesuai dari segi
kebahasaan.
2.
Pengertian
Pemahaman terhadap AAUPL tidak
dapat dilepaskan dari konteks kesejarahan, disamping dari segi kebahasaan. Hal
ini karena asas ini muncul dari proses sejarah. Terlepas dari kenyataan bahwa
kemudian AAUPL ini menjadi wacana yang dikaji dan berkembang di kalangan para
sarjana sehingga melahirkan rumusan dan interpretasi yang beragam, gyna
pemahaman awal kiranya diperlukan pengertian dari konteks kebahasaan
kesejarahan. Dengan bersandar pada konteks ini, AAUPL dapat dipahami sebagai
asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan
itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat, bebas dari kezaliman,
pelanggaraan peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang, dan tindakan
sewenang-wenang.
Berdasarkan penelitiannya, Jazim
Hamidi menemukan pengertian AAUPL berikut ini:
a.
AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam
lingkungan hukum administrasi negara.
b.
AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara
dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam
menilai tindkan administrasi negara (yang berwujud penetapan/beschikking),
dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak peggugat.
c.
Sebagian besar dari AAUPL masih merupakan asas-asas yang tidak
tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di
masyarakat.
d.
Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan
terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari asas
itu berubah menjadi kaidah hukum tertulis, sifatnya tetap sebagai asas hukum.
3.
Kedudukan AAUPL dalam Sistem Hukum
Kedudukan AAUPL dalam system hukum
adalah sebagai hukum tidak tertulis. Menurut Philipus M. Hadjon, AAUPL harus
dipandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus
ditaati oleh pemerintah, meskipun arti yang tepat dari AAUPL bagi tiap keadaan
tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat pula dikatakan
bahwa AAUPL adalah asas-asas hukum tidak tertulis, dari mana untuk
keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat
diterapkan.
Sebenarnya menyamakan AAUPL dengan
norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan salah paham sebab dalam konteks
ilmu hukum telah dikenal bahwa antara “ asas “ dengan “ norma “ itu terdapat
perbedaan. Asas atau prinsip merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak,
ide, atau konsep, dan tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma adalah aturan yang
konkret, penjabaran dari ide, dan mempunyai sanksi.
Berdasarkan keterangan ini tampak,
sebagaimana juga disebutkan Jazim Hamidi, bahwa sebagian AAUPL masih merupakan
asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau kaidah hukum.
B.
SEJARAH KELAHIRAN AAUPL
Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan
pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum
warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini pemerintah diberi wewenang
untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang campur
tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, tetapi
dalamkeadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan
perundang-undangan dan berdasarkan pada inisiatif sendiri melalui Freies Ermessen, ternyata menimbulkan
kekhawatiran di kalangan warga negara karena dengan Freies Ermessen muncul peluang terjadinya benturan
kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de
pouvoir, maupun dalam bentuk willekeur,
yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang
mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara. Guna menghindari atau
meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada tahun 1946 Pemerintah Belanda
membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas memikirkan dan
meneliti beberapa alternatif tentang Verhoogde
Rechtsbescherming atau
peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara
yang menyimpang.
Pada tahun 1950 komisi de Monchy
kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang verhoogde rechtbeschermingdalam
bentuk “algemene
beginselen van behoorlijk bestuur“ atau asas-asas umum pemerintahan yang
layak. Hasil penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah atau
ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan pendapat antara komisi de Monchy
dengan pemerintah, yang menyebabkan komisi ini dibubarkan pemerintah. Kemudian,
mucul komisi yang sama dengan de Monchy. Namun, komisi kedua ini juga mengalami
nasib yang sama, yaitu karena ada beberapa pendapat yang diperoleh dari hasil
penelitiannya tidak disetujui oleh pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan
tanpa membuahkan hasil.
Terbukti dengan dibubarkannya dua
panitia tersebut, ditambah pula dengan munculnya kekhawatiran di kalangan
pejabat dan para pegawai pemerintahan Belanda terhadap AAUPL karena
dikhawatirkan asas-asas ini akan digunakan sebagai ukuran atau dasr pengujian
dalam menilai kebijakan-kebijakan pemerintah.
Seiring dengan perjalanan waktu,
keberatan dan kekhawatiran para pejabat dan pegawai pemerintahan tersebut
akhirnya hilang, bahkan sekarang telah diterima dan dimuat dalam berbagai
peraturan perundang-undangan di Belanda.
C.
FUNGSI DAN ARTI PENTING AAUPL
Dalam perkembangannya, AAUPL
memiliki arti penting dan fungsi berikut ini.
a.
Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam
melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang bersifat sumir, samara atau tidak jelas. Selain itu,
sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara
mempergunakan Freies
Ermessen/melakukan kebijaksanaan yang jauh menyimpang dari
ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, administrasi negara diharapkan
terhindar dari perbuatan onrechtmatige
daad, detournement de pouvoir, abus de droit, dan ultavires.
b.
Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPL dapat
dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU
No.5/1986.
c.
Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan
keputusan yang dikeluarkan badan ayau pejabat TUN.
d.
Selain itu, AAUPL tersebut juga berguna bagi badan legislatif
dalam merancang suatu undang-undang.
D.
PEMBAGIAN DAN MACAM-MACAM AAUPL
1.
Pembagian AAUPL
Berkenaan dengan ketetapan (beschikking),
AAUPL terbagi dalam dua bagian, yaitu asas yang bersifat formal atau prosedural
dan asas yang bersifat material atau substansial. Menurut P.Nicolai, “Een
onderscheid tussen procedurele en materiele beginselen van behoorlijk bestuur
is relevant voor de rechtsbescherming“ (perbedaan antara asas-asas
yang bersifat procedural dan material, AAUPL ini penting untuk perlindungan
hukum). Asas yang bersifat formal berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi
dalam setiap pembuatan ketetapan, atau asas-asas yang berkaitan dengan
cara-cara pengambilan keputusan seperti asas kecermatan, yang menuntut
pemerintah untuk mengambil keputusan dengan persiapan yang cermat, dan asas
permainan yang layak (fair play beginsel).
Menurut Indroharto, asas-asas yang
bersifat formal yaitu asas-asas yang penting artinya dalam rangka mempersiapkan
susunan dan motivasi dari suatu beschikking. Jadi, menyangkut segi lahiriah
dari beschikking itu, yang meliputi asas-asas yang berkaitan dengan proses
persiapan dan proses pembentukan keputusan, dan asas-asas yang berkaitan dengan
pertimbangan (motivering) serta susunan
keputusan.
Asas-asas yang bersifat material
tampak pada isi dari keputusan pemerintah. Termasuk kelompok asas yang bersifat
material atau substansial ini adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas
larangan sewenang-wenang, larangan penyalahgunaan kewenangan.
2.
Macam-Macam AAUPL
Telah disebutkan bahwa AAUPL
merupakan konsep terbuka dan lahir dari proses sejarah sehingga terdapat
rumusan beragam mengenai asas-asas tersebut. Meskipun demikian, dalam buku ini
tidak dibicarakan mengenai rumusan yang beragam itu, namun hanya memuat AAUPL
yang telah dirumuskan oleh para penulis Indonesia, khususnya Koentjoro
Purbopranoto dan SF. Marbun. Macam-macam AAUPL tersebut adalah sebagai berikut
:
a. Asas Kepastian Hukum
Asas ini menghendaki dihormatinya
hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah,
meskipun keputusan itu salah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, sampai
dibuktikan sebaliknya dalam proses pengadilan.
b. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya
keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang
pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai
jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan oleh
seseorang sehingga memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring
dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum.
c. Asas Kesamaan dalam Mengambil
Keputusan
Asas ini menghendaki badan
pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas
kasus-kasus yang faktanya sama. Meskipun demikian, agaknya dalam kenyataan
sehari-hari sukar ditemukan adanya kesamaan mutlak dalam dua atau lebih kasus.
Oleh karena itu, menurut Philipus M. Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk
menjalankan kebijaksanaan.
d. Asas Bertindak Cermat atau Asas
Kecermatan
Asas ini menghendaki agar
pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan berbagai
aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sehingga tidak menimbulkan
kerugian bagi warga negara. Apabila berkaitan dengan tindakan pemerintah untuk mengeluarkan
keputusan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua
faktor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, juga harus mempertimbangkan akibat-akibat hukum yang muncul
dari keputusan tata usaha negara tersebut.
e.
Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan
Asas ini menghendaki setiap
keputusan badan-badan pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang
cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan dan sedapat mungkin alasan atau
motivasi itu tecantum dalam keputusan. Motivasi atau alasan ini harus benar dan
jelas sehingga pihak administrabele memperoleh pengertian yang cukup jelas atas
keputusan yang ditujukan kepadanya. Asas pemberiaan alasan ini dapat dibedakan
dalam tiga sub varian berikut ini :
a)
Syarat bahwa suatu ketetapan harus diberi alasan
b)
Ketetapan harus memiliki dasar fakta tang teguh
c)
Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung
f. Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan
Kewenangan pemerintah secara umum
mencakup tiga hal, yaitu kewenangan dari segi material (bevoegheid
ratione materiale), kewenangan dari segi wilayah (bevoegheid
ratione loci), dan kewenangan dari segi waktu (bevoegheid
ratione temporis). Asas tidak mencampuradukkan kewenangan ini
menghendaki agar pejabat tata usaha negara tidak menggunakan wewenangnya untuk
tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau
menggunakan wewenang yang melampaui batas.
g. Asas Permainan yang Layak (Fair Play)
Asas ini menghendaki agar warga
negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan
keadilan serta diberi kesempatanuntuk membela diri dengan memberikan
argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini
juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian
sengketa tata usaha negara. Asas keterbukaan ini mempunyai fungsi-fungsi
penting, yaitu sebagai berikut:
a)
Fungsi partisipasi
b)
Fungsi pertanggungjawaban umum dan pengawasan keterbukaan
c)
Fungsi kepastian hukum
d)
Fungsi hak dasar
h. Asas keadilan dan Kewajaran
Asas ini menghendaki agar setiap
tindakan badan atau pejabat administrasi negara selalu memperhatikan aspek
keadilan dan kewajaran. Asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional,
sesuai, seimbang, dan selaras dengan hak setiap orang.
i.
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar
Asas ini menghendaki agar setiap
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi
warga negara. Oleh karena itu, aparat pemerintah harus memperhatikan asas ini
sehingga jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak
boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
j.
Asas Meniadakan Akibat suatu Keputusan yang Batal
Asas ini berkaitan dengan pegawai,
yang dipecat dari pekerjaannya dengan suatu surat ketepan (beschikking).
Proses menempatkan kembali pada pekerjaan semula, pemberian ganti rugi atau
kompensasi, dan pemulihan nama baik merupakan cara-cara untuk meniadakan akibat
keputusan yang batal atau tidak sah.
k. Asas Perlindungan Atas
Pandangan atau Cara Hidup Pribadi
Asas ini menghendaki pemerintah
melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan juga tentunya
hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai konsekuensi negara hukum
demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi setiap warga negara.
Dengan kata lain, asas ini merupakan pengembangan dari salah satu prinsip
negara hukum, yakni perlindungan hak asasi.
l.
Asas Kebijaksanaan
Asas ini menghendaki pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan
untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada peraturan
perundang-undangan formal karena peraturan perundang-undangan formal atau hukum
tertulis itu selalu membawa cacat bawaaan yang berupa tidak fleksibel dan tidak
dapat menampung semua persoalan serta cepat ketingggalan zaman, sementara
perkembangan masyarakat itu bergerak dengan cepat dan dinamis. Oleh karena itu,
pemerintah bukan saja dituntut untuk bertindak cepat, tetapi juga dituntut
untuk berpandangan luas dan jauh serta mampu memperhitungkan akibat-akibat yang
muncul dari tindakannya tersebut.
m. Penyelenggaraan Kepentingan
Umum
Asas ini menghendaki agar
pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum,
yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak.
Penyelenggaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal di antaranya :
a)
Memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai kepentingan
negara, di mana contohnya tugas pertahanan dan keamanan
b)
Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama dari
warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri yang
contohnya adalah persediaan sandang pangan, perumahan, kesejahteraan, dan
lain-lain.
c)
Memelihara kepentingan bersama tidak seluruhnya dapat dilakukan
oleh para warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara. Contohnya
pendidikan dan pengajaran, kesehatan, dan lain-lain.
d)
Memelihara kepentingan dari warga negara perseorangan yang tidak
seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk
bantuan negara karena adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan
perseorangan tersebut yang contohnya adalah memelihara fakir miskin, anak yatim
piatu, anak cacat, dan lain-lain
e)
Memelihara ketertiban, keamanan, dan kemakmuran setempat, yang
contohnya adalah perturan lalu lintas, pembangunan, perumahan, dan lain-lain.
E.
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK DI INDONESIA
Dalam pasal 3 UU No.28 Tahun 1999
disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yaitu sebagai berikut:
1.
Asas kepastian hukum, yaitu asas dalan negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2.
Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3.
Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4.
Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memerhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5.
Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara.
6.
Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
7.
Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
AAUPL dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai
dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan
cara demikian penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan
terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaraan peraturan, tindakan
penyalahgunaan wewenang, dan tindakan sewenang-wenang. Sebagian AAUPL masih
merupakan asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau
kaidah hukum. AAUPL pertama kali dekembangkan di Belanda. Pd tahun 1950, De
Monchy mengadakan penelitian Yurisprudensi Belanda. Hal ini dilakukan
atas permintaan rakyat terhadap perlindungan hukum bagi rakyat Belanda.
Macam-macam AAUPL tersebut adalah sebagai berikut :
a) Asas Kepastian Hukum
b) Asas Keseimbangan
c) Asas Kesamaan dalam
Mengambil Keputusan
d) Asas Bertindak Cermat
atau Asas Kecermatan
e) Asas Motivasi untuk
Setiap Keputusan
f) Asas
tidak Mencampuradukkan Kewenangan
g) Asas keadilan dan
Kewajaran
h) Asas Kepercayaan dan
Menanggapi Pengharapan yang Wajar
i) Asas
Meniadakan Akibat suatu Keputusan yang Batal
j) Asas
Perlindungan Atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi
k) Asas Kebijaksanaan
l)
Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Dalam pasal 3 UU No.28 Tahun 1999 disebutkan beberapa asas umum
penyelenggaraan negara, yaitu sebagai berikut.
a) Asas kepastian hukum.
b) Asas tertib
penyelenggaraan negara.
c) Asas kepentingan
umum.
d) Asas keterbukaan.
e) Asas
proporsionalitas.
f) Asas
profesionalitas.
g) Asas akuntabilitas.
B. SARAN
Asas-asas umum pemerintahan yang layak adalah sebuah norma yang
bertujuan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dalam mengambil
sebuah keputusan atau kebijakan hendaknya tidak menyimpang dan sesuai dengan ketentuan
yang ada. Selain itu, kita harus peduli dengan asas. Bukan hanya kalangan
akademisi saja, melainkan seluruh lapisan masyarakat. Karena asas hukum adalah
sebuah jantungnya aturan hukum, menjadi titik tolak berpikir, pembentukkan, dan
interpretasi hukum. Asas-asas umum pemerintahan yang layak ini harus dapat
dipatuhi dan dijalankan dengan sebaik-baiknya agar terciptanya negara yang
bersih dan bebas dari KKN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar