BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan supremasi hukum merupakan salah satu agenda
reformasi yang sudah 10 tahun berjalan. Apakah penegakan supremasi hukum yang
diharapkan oleh masyarakat itu telah tercapai? Untuk menjawab pertanyaan ini,
masyarakat mungkin memiliki tanggapan yang beragam. Ada yang menjawab belum,
lebih buruk, ada sedikit kemajuan, atau mungkin ada juga yang menilai sudah
lebih baik. Masing-masing jawaban tersebut merupakan out put dari kinerja
aparat penegak hukum yang langsung dirasakan oleh setiap anggota masyarakat
dalam aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan hukum. Misalnya saat razia
kendaraan, pembuatan SIM, pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, sidang Pengadilan
dan lain-lain. Artinya penilaian terhadap ada tidaknya reformasi hukum, salah
satu indikatornya dapat dilihat dari penilaian setiap orang ketika ia terlibat
aktivitas hukum yang tentunya melibatkan aparat penegak hukum.
Apabila dalam aktivitas hukum tersebut justru keluar
dari jalur hukum, seperti adanya suap menyuap, pungli, tebang pilih, atau KUHP
yang dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara, dan lain-lain, maka tidak
salah apabila penilaian negatif diberikan terhadap kinerja aparat penegakan
hukum. Padahal yang melakukannya hanyalah oknum tertentu saja dari sekian
banyak aparat penegak hukum, namun berakibat pada citra buruk aparat penegak
hukum secara keseluruhan.
Pada beberapa kasus kejahatan, seperti illegal
logging, peredaran narkoba, dan terakhir kasus perjudian, ada yang dilindungi,
bahkan dimiliki langsung oleh oknum aparat penegak hukum. Kemudian adanya dugaan
suap dari tersangka atau terdakwa, yang diterima atau malah diminta oknum
penegak hukum agar perkaranya tidak diperiksa atau dapat segera ditutup. Dalam
sidang ada sepatu terdakwa yang melayang ke meja Hakim atau Jaksa. Adanya
pengerahan massa di pengadilan karena keputusan hakim yang dinilai tidak adil,
dan terungkapnya komunikasi Artalyta dengan petinggi Kejaksaan Agung, bahkan
juga diduga menyeret oknum hakim di Mahkamah Agung. Kesemunya itu merupakan
indikasi adanya mafia peradilan dan semakin turunnya kualitas dalam upaya
reformasi hukum. Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dalam makalah ini pemakalah
mengambil judul. “Etik
dan Kode Etik Profesi Hukum”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang akan
dibahas tentang apa sajakah etik dan kode etik dalam filsafat hukum dan
kedudukannya dalam filsafat hukum serta hubungannya dengan profesi.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa sajakah etik dan kode etik dalam
filsafat hukum dan kedudukannya dalam filsafat hukum serta hubungannya dengan
profesi.
D. Metode Peelitian
1)
Jenis Penelitian
Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian
Library Research (Penelitian Pustaka) / penyusun meneliti dan menelaah pustaka
yang telah ditentukan.
2)
Sifat Penelitian
Sifat
penelitian yang dilakukan dalam menyusun makalah ini adalah deskriptif
analitik, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menyusun data
yang kemudian dianalisis sesuai dengan masalah yang ada pada rumusan masalah
yang bersumber dari latar belakang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir,
kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika,
antara lain Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau
norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk
bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu, Etika bisa juga
diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam
suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan
metodis.
Beberapa
ahli telah merumuskan pengertian kata etika atau lazim juga disebut etik, yang
berasal dari kata Yunani ETHOS tersebut sebagai berikut ini :
1.
Drs. O.P. SIMORANGKIR :
etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan
nilai yang baik.
2.
Drs. Sidi Gajalba dalam
sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan
manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal.
3.
Drs. H. Burhanudin Salam :
etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Di
sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika khusus
selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Pembedaan
etika menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno
dengan istilah etika deskriptif. Lebih lanjut Magnis Suseno menjelaskan bahwa
etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang
pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab, dan peranan
suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar dari
moral itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Adapun etika khusus yang
individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri sedangkan etika
sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia.
Telah jelas, etika yang berlandaskan pada nilai-nilai moral kehidupan manusia,
sangat berbeda dengan hukum yang bertolak dari salah benar, adil atau tidak
adil. Hukum merupakan instrumen eksternal sementara moral adalah instrumen
internal yang menyangkut sikap pribadi, disiplin pribadi yang oleh karena itu
etika disebut juga “disciplinary rules”.
Dikatakan
Etika Deskriptif, ialah etika yang
berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan
apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
Sedang
Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika
secara uumum dapat dibagi menjadi :
1.
Etika Umum, berbicara
mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,bagaimana
manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral
dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan
ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teoriteori.
2.
Etika Khusus, merupakan
penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak
dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari
oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat
juga berwujud : Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidakan,
dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Sedang
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu :
1.
Etika individual, yaitu
menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2.
Etika sosial, yaitu
berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
umat manusia.
Sebagai
suatu subyek, etika akan berkaitan dengann konsep yang dimiliki oleh individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Etika
akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujudkan dalam
bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip prinsip moral yang ada pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan
sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional
umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian, aturan etik adalah aturan mengenai
moral atau atau berkaitan dengan sikap moral. Filsafat etika adalah filsafat
tentang moral. Moral menyangkut nilai mengenai baik dan buruk, layak dan tidak
layak, pantas dan tidak pantas. Sehubungan teori tentang etika, Darji
Darmodiharjo dan Sidharta dalam bukunya berjudul Pokok-Pokok Filsafat Hukum
menulis: “Etika berurusan dengan orthopraxis, yakni tindakan yang benar (right
action). Kapan suatu tindakan itu dipandang benar ditafsirkan secara berbeda
oleh berbagai teori (aliran) etika yang secara global bias dibagi menjadi dua,
yaitu aliran deontologist (etika kewajiban) dan aliran telelogis (etika tujuan
atau manfaat).”
B. Pengertian Kode Etik
Kode;
yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda
yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu
berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi, yang dapat
disimpulkan bahwa Kode Etik juga dapat berarti kumpulan peraturan yang
sistematis.
Dengan demikian Kode etik ialah kumpulan norma atau azas yang
diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari
di masyarakat maupun di tempat kerja.
Dalam kode etik kepolisian, salah satunya
disebutkan bahwa setiap anggota Polri harus ”menjauhkan diri dari perbuatan dan
sikap tercela, serta mempelopori setiap tindakan mengatasi kesulitan masyarakat
sekelilingnya”. Disamping itu, setiap insan Polri juga diharapkan ”mampu
mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalahgunaan wewenang”.
Dengan
demikian etika adalah norma-norma sosial yang diharapkan dapat mengatur
perilaku manusia secara normatif tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang
tidak harus dilakukan, merupakan pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam
masyarakat. Norma-norma sosial tersebut dapat dikelompokkan dalam hal yaitu
norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etiket
hanya berlaku pada pergaulan antar sesama, sedang etika berlaku pada siapa
saja, kapanpun, dimanapun.
Etika
dalam sebuah profesi disusun dalam sebuah Kode Etik. Dengan demikian Kode Etik
dalam sebuah profesi berhubungan erat dengan nilai sosial manusia yang dibatasi
oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri, agar
terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing di dalam masyarakat. Jadi norma
adalah aturan atau kaidah yang dipakai untuk menilai sesuatu. Paling sedikit
ada tiga macam norma sosial yang menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku
dalam masyarakat, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma
moral atau etika. Etika atau sopan santun, mengandung norma yang mengatakan apa
yang harus kita lakukan. Selain itu baik etika maupun etiket mengatur perilaku
manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia. Dengan
demikian keduanya menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus
dilakukan.
Rumusan
konkret dari sistem etika bagi profesional dirumuskan dalam suatu kode etik
profesi yang secara harfiah berarti etika yang dikodifikasi atau, bahasa awamnya,
dituliskan. Bertens menyatakan bahwa kode etik ibarat kompas yang memberikan
atau menunjukkan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral
profesi itu di dalam masyarakat. anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materiil
para anggotanya. Senada dengan Bertens, Sidharta berpendapat bahwa kode etik
profesi adalah seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi
dalam mengemban suatu profesi.
Maksud dan tujuan kode etik ialah untuk
mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga
kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang
memerlukan jasa-jasa baik profesional. Kode etik jadinya merupakan mekanisme
pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota
organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan profesi adalah pekerjaan
tetap sebagai pelaksanaan fungsi kemasyarakatan berupa karya pelayanan yang
pelaksanaannya dijalankan secara mandiri dengan komitmen dan keahlian
berkeilmuan dalam bidang tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai
panggilan hidup dan terikat pada etika umum dan etika khusus (etika profesi)
yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama demi kepentingan umum,
serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat manusia (respect for human
dignity). Jadi, profesi itu berintikan praktis ilmu secara bertanggung jawab
untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi seorang warga masyarakat.
Pengembanan profesi mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan salah satu dan
nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental, seperti keilahian (imam), keadilan
(hukum), kesehatan (dokter), sosialisasi/pendidikan (guru), informasi
(jurnalis).
Etika
profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara seksama berupaya
memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan
keseksamaan mengupayakan pengerahan keahlian dan kemahiran berkeilmuan dalam
rangka pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para warga
masyarakat yang membutuhkannya, yang bermuatan empat kaidah pokok.
1.
profesi harus dipandang dan
dihayati sebagai suatu pelayanan dengan tidak mengacu pamrih.
2.
Kedua : selaku mengacu
kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi
sikap dan tindakan.
3.
Ketiga : berorientasi pada
masyarakat sebagai keseluruhan.
4.
Keempat : semangat
solidaritas antar sesama rekan seprofesi demi menjaga kualitas dan martabat
profesi.
Dalam konteks
profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain :
a. Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan berdasarkan
penerapan etis atas suatu profesi tertentu.
b. Kode etik dapat berubah dan diubah seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
c. Kode etik tidak akan berlaku efektif bila
keberadaannya di-drop begitu saja dari atas sebab tidak akan dijiwai oleh
cita-cita dan nilai yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.
d. Kode etik harus merupakan self-regulation
(pengaturan diri) dari profesi itu sendiri yang prinsipnya tidak dapat
dipaksakan dari luar.
e. Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah
mencegah perilaku yang tidak etis. Jadi, paling tidak ada tiga maksud yang
terkandung dalam pembentukan kode etik, yakni :
(i)
menjaga dan meningkatkan
kualitas moral;
(ii)
menjaga dan meningkatkan
kualitas ketrampilan teknis; dan
(iii)
melindungi kesejahteraan
materiil para pengemban profesi. Kesemua maksud tersebut tergantung pada
prasyarat utama, yaitu menimbulkan kepatuhan bagi yang terikat oleh kode etik
tersebut.
C. Profesi Hukum
Profesi
hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan
manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada
kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan
adalah kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang
paling luhur serta merupakan unsur esensial dan martabat manusia.
Setiap
profesi hukum mempunyai fungsi dan peranan tersendiri dalam rangka mewujudkan
Pengayoman hukum berdasarkan Pancasila dalam masyarakat, yang harus diterapkan
sesuai dengan mekanisme hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
(memenuhi asas legalitas dalam Negara hukum). Setiap profesi hukum dalam
menjalankan tugasnya masing-masing harus senantiasa menyadari, bahwa dalam
proses pemberian Pengayoman hukum, mereka harus saling isi-mengisi demi
tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran yang sesuai dengan jiwa Negara kita yang
bersifat integralistik dan kekeluargaan.
Pengemban
profesi hukum memiliki dan menjalankan otoritas profesional yang bertumpu pada
kompetensi teknikal yang lebih superior. Sedangkan masyarakat yang tersandung
masalah hukum dan bersinggungan dengan profesi tersebut tidak memiliki
kompetensi teknikal atau tidak berada dalam posisi untuk menilai secara
obyektif pelaksanaan kompetensi tekhnikal pengemban profesi yang diminta
pelayanan profesionalnya. Karena itu, masyarakat yang tersandung masalah hukum
dan bersinggungan dengan profesi tersebut berada dalam posisi tidak ada pilihan
lain kecuali untuk mempercayai pengemban profesi terkait. Mereka harus
mempercayai bahwa pengemban profesi akan memberi pelayanan profesionalnya
secara bermutu dan bermartabat serta tidak akan menyalahgunakan situasinya,
melainkan secara bermartabat. Dan, secara bermartabat akan mengarahkan seluruh
pengetahuan dan keahlian berkeilmuannya dalam menjalankan jasa profesionalnya.
Pengemban
profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum, yaitu:
1.
Penyelesaian konflik secara
formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim, Advokat, dan Jaksa);
2.
Pencegahan konflik
(perancangan hukum);
3.
Penyelesaian konflik secara
informal (mediasi, negoisasi); dan
4.
Penerapan hukum di luar
konflik.
Profesi
hukum di Indonesia meliputi semua fungsionaris utama hukum seperti hakim,
jaksa, polisi, advokat/pengacara, notaris, konsultan hukum dan ahli hukum
diperusahaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika
merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban-kewajiban manusia, serta
tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan buruknya tingkah laku tersebut.
Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak atau moral.
Di
sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika khusus
selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Adapun
etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri
sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota
umat manusia. Telah jelas, etika yang berlandaskan pada nilai-nilai moral
kehidupan manusia, sangat berbeda dengan hukum yang bertolak dari salah benar,
adil atau tidak adil. Hukum merupakan instrumen eksternal, sementara moral
adalah instrumen internal yang menyangkut sikap pribadi, disiplin pribadi yang
oleh karena itu etika disebut juga “disciplinary rules”.
Dikatakan
Etika Deskriptif, ialah etika yang
berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan
apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
Sedang
Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Kode etik sendiri ialah kumpulan norma atau azas yang diterima
oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat
maupun di tempat kerja yang harus dipatuhi yang bersifat memaksa demi
terciptanya keselarasan dan kenyamanan..
Apabila kita amati beberapa ketentuan dalam kode etik profesi hukum
tersebut, kesemuanya mewajibkan agar setiap profesi hukum itu dijalankan sesuai
dengan jalur hukum dan tidak ada penyalahgunaan wewenang. Namun demikian, dalam
prakteknya, kode etik profesi hukum yang mengandung pertanggungjawaban moral
untuk menjaga martabat profesi, kini banyak dilanggar. Oleh karena itu perlu
ada reformasi internal aparat penegak hukum secara konsisten, profesional dan
berkelanjutan berkaitan dengan penegakan etika profesi hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar