SEJARAH
KODIFIKASI AL-QUR’AN
PENDAHULUAN
Di kalangan ulama, terminologi pengumpulan A-Qur’an (jam’ Al-Qur’an)
memiliki dua konotasi, yaitu konotasi penghafalan Al-Qur’an dan konotasi
penulisan Al-Qur’an secara keseluruhan.
1.
Proses penghafalan Al-Qur’an
Kedatangan
wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi. Oleh karena itu ketika datang
wahyu, Nabi langsung menghafal dan memahaminya. Dengan demikian, Nabi adalah
orang pertama yang menghafal Al-Qur’an. Tindakan Nabi merupakan suri tauladan
bagi para sahabatnya. Imam Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi
yang terkenal dengan hafalan Al-Qur’anya sesuai dengan riwayatnya:
عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال : سمعت رسول
الله ص.م يقول : خذوا القرآن من أربعة : من عبد الله بن مسعود و سالم ومعاذ وأبي بن
كعب.
Artinya : “ Diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin ‘amr Al-‘Ash bahwa Rasulallah pernah bersabda, “Ambillah
Al-Qur’an dari empat orang, yaitu ‘Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu;adz bin
Jabal, dan Ubay bin Ka’ab.”
2.
Poses Penulisan Al-Qur’an
a. Pada masa Nabi
Kerinduan
Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hafalan,
tetapi juga dalam dalam bentuk tulisan .Nabi memiliki sekretaris pribadi yang
khusus bertugas mecatat wahyu, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Abban bin
Sa’id, Khalid bin Al-Walid, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Mereka menggunakan
alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah korma, tulang belulang,
dan batu.
Kegiatan
tulis-menulis Al-Qur’an pada masa Nabi di samping dilakukan oleh para
sekretaris Nabi, juga dilakukan para sahabat lainya. Kegiatanya itu didasarkan
pada hadis Nabi –sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim- yang berbunyi:
لا تكتبوا
عني شيأ الا القرآن و من كتب عني سوى القرآن فليمحه. ( رواه مسلم )
Artinya: “Janganlah kamu
menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barang siapa telah
menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.”
Faktor
yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah:
1)
Membukukan
hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
2)
Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena hafalan para sahabat
saja tidak cukup. Dan sebagian dari mereka ada yang sudah wafat.
Pada masa Nabi ini penulisan
al-Qur’an tidak ditulis pada satu tempat melainkan terpisah-pisah. Alasanya:
1)
Proses
penurunan Al-Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun
belakangan menasakh ayat sebelumnya.
2)
Penyusunan
ayat dan surat Al-Qur’an tidak sesuai dengan turunya.
b. Pada masa Abu Bakar
Ash-Shiddiq.
Pada
dasarnya seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi. Hanya saja,
surat dan ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunya
dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an
Yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah berdasarkan atas usulan Umar yang khawatir
akan hilangnya Al-Qur’an bersama hilangnya para penghafal Al-Qur’an setelah
terjadi perang Yamamah pada
tahun 12 H yaitu peperangan yang bertujuan menumpas para pemurtad yang
merupakan pengikut Musailamah Al-Kadzdzab telah menyebabkan 70 orang sahabat
penghafal Al-Qur’an mati syahid. Kemudian Abu Bakar menginstruksikan tugas
penghimpunan Al-Qur’an ini kepada Zaid bin Tsabit yang pada awalnya
beliau enggan melakukanya akan tetapi setelah diberi penjelasan oleh Abu Bakar
akan pentingnya penghimpunan Al-Qur’an melihat keadaan umat islam pada zaman
itu beliau melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dalam
melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat setiap ayat yang
dikumpulkannya. Ia tidak menerima yang hanya brdasarkan hafalan tanpa didukung
tulisan. Sesuai pesan Abu Bakar dan Umar kepadanya:
أقعدا
على باب المسجد فمن جاء كما بشاهدين علي شيئ من كتا ب الله فاكتباه.
Artinya:
“Duduklah kalian didekat pintu masjid. Siapa saja yang datang kepada kalian
membawa catatan Al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah”.
من
كان تلقى من رسول الله ص.م. شيأ من القرآن فليأت به وكانوا يكتبون ذلك الصحف والألواح
والعسب وكان لايقبل من أحد شيأ حتي يشهد شهيدان.
Artinya: “Siapa saja pernah
mendengar seberapa saja ayat Al-Qur’an dari Rasulallah sampaikanlah (kepada
Zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada suhuf, papan.
Dan pelepah kurma. Zaid sendiri tidak menerima laporan ayat dari siapa pun
sebelum diperkuat dua saksi.”
Pekerjaan yang dibebankan ke
pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kyrang lebih satu tahun, yaiti pada
tahun 13 H. Setelah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an ini selesai, kemudian
berdasarkan musyawarah ditentukan bahwa bahwa Al-Qur’an yang sudah terkumpul
itu dinamakan Mushaf .
c. Pada masa Umar bin
Khattab
Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan oleh
khalifah Umar. Setelah Umar wafat, Mushaf itu disimpan Hafshah dan bukan oleh
‘Utsman bin ‘Affan sebagai khalifah yang menggantikan ‘Umar. Mengapa itu
tidak diserahkan kepada ‘Utsman setelah ‘Umar wafat? Pertanyaan itu logis.
Menurut Zurzur, ‘Umar memiliki pertimbangan lain bahwa sebelum wafat, ia
memberikan kesempatan kepada enam sahabat untuk bermusyawarah untuk menentukan
salah seorang diantara mereka yang dapat menjadi khalifah. Kalau ‘Umar
memberikan Mushaf kepada salah seorang diantara mereka, ia khawatir dianggap
mendukung sahabat yang memegang Mushaf tersebut. Oleh karena itu, ia
menyerahkan Mushaf yang sangat bernilai kepada Hafshah terlebih lagi dia adalah
istri Nabi dan menghafal Al-Qur;an secara keseluruhanya.
d. Pada masa ‘Utsman bin
‘Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan telah banyak para qurro’ulqur’an yang
menyebar di berbagai negara, dengan menyebarnya para qurro’ ini menyebar
pula ajaran-ajaran mereka yang antara Negara yang satu dengan yang lain
berbeda. Ketika terjadi perkumpulan diantara murid-murid mereka sering terjadi
pengolok-olokan antara mereka bahkan antara mereka ada yang mengkafirkan yang
lain karena menganggap bacaanya paling benar dan menganggap bacaan orang lain
salah dan tidak sesuai dengan bacaan Nabi.
Melihat
kejadian yang memprihatinkan ini para sahabat sangat khawatir akan terjadinya
penyimpangan dan perpecahan antara umat islam akhirnya sahabat Nabi yang
bernama Hudzzaifah Al-Yaman mengusulkan kepada khalifah Usman untuk menyatukan
bacaan al-qur’an menurut satu imam yang dipercaya dan masyhur. Khalifah Usman
menyetujui atas usulan sahabat Hudzaifah dan langkah pertama yang dilakukan
yaitu membentuk tim penyalinan al-Qur’an dalam satu mushaf dan satu bacaan yang
beranggotakan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair. Sa’id bin ‘Ash dan
Abdurrahaman bin Haris. Setelah itu Khalifah Usman mengirim surat kepada
Hafshoh untuk berkenan meminjamkan mushaf yang ada pada dirinya yang telah
diamanati oleh Khalifah Abu Bakar untuk menjaganya. Dari surat itu Hafsah juga
tidak merasa keberatan karena apa yang dilakukan oleh Khalifah Usman membawa
dampak yang positif bagi generasi Islam selanjutnya.
Dengan
penuh hati-hati dan penuh tanggung jawab tim ini melaksanakan tugas yang mulia
dengan baik. Setelah penyalinan al-Qur’an ini selesai, barulah Khalifah Usman
mengirim salinan-salinan tersebut ke beberapa Negara agar umat islam bersatu
dalam bacaan yang sesuai dengan mushaf tersebut. Mushaf yang dibuat oleh
Khalifah ini akhirnya dkenal dengan Mushaf Usmani dan mushaf inilah yang sampai
sekarang berada di hadapan kita semua. So What, Now???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar